Total Tayangan Halaman

Selasa, 24 September 2013

Sego Godhok

Jika anda jalan jalan ke taman buah mekarsari, sempatkan diri anda untuk mampir ke Warung Kuliner ""Warung Mister Barokah" di warung tersebut tersedia aneka macam makanan khas jawa tengah (magelang), diantaranya Sego Godhok Mie Godhok, Nasi goreng Super Pedas dan masih banyak lainnya. cobalah nikmati kepedasannya di jamin anda"MEREM MELEK" Waroeng Mister Barokah menerima pesanan siap antar sejabodetabek, min pesanan 50 Porsi/Box. warung kuliner tersebut beralamat di HARVEST CITY CLUSTER DIANTHUS BLOK DA IV/6 sebrang TAMAN BUAH MEKARSARI CI LENGSI, jika anda kesulitan dapat menghubungi hp 081380399465, 087786125657 BB 25CE33A2.

Sopyan: Kesombongan Dapat Membawa Petaka Bagi Dirinya

Rabu, 16 Februari 2011

Kesombongan Dapat Membawa Petaka Bagi Dirinya

Kesombongan adalah sifat yang muncul seiring dengan keberadaan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Sifat ini sudah berusia ratusan bahkan ribuan tahun sebelum kita lahir. Namun penyakit ini hingga kini terus melanda manusia. Sombong adalah sifat yang dibenci oleh manusia dan juga Allah. Sombong termasuk dalam kategori penyakit yang tumbuh dalam jiwa manusia, jin dan syaithan. Kisah pertama munculnya sombong adalah berawal dari syaithan yang merasa lebih tinggi dari manusia. Ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Adam as. sebagai tanda penghormatan, syaithan menolaknya karena ia merasa lebih baik dari Adam ‘alaihis salam.
Kesombongan keseluruhannya adalah sifat yang tercela. Yang berhak menyandang kesombongan adalah Allah SWT, karena Dia-lah yang memiliki segalanya. Kesombongan berakibat kesengsaraan, tidak ada manfaat sama sekali bagi manusia yang mempunyai sifat ini. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Mu’minun (23) : 56, “Tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya.”
Hakikat Kesombongan
Kesombongan pada dasarnya adalah perangai yang ada dalam jiwa yaitu kepuasan dan kecenderungan kepada penglihatan atas orang yang disombonginya. Kesombongan menuntut adanya pihak yang disombongi dan hal yang dipakai untuk sombong. Pada saat ia merasa memiliki kesempurnaan dibandingkan dengan orang lain hingga dalam hatinya timbul anggapan, kepuasan, kesenangan dan kecenderungan terhadap keyakinan tersebut maka ia telah takabur. Perangai kesombongan meliputi perasaan merasa benar, seolah manusia memandangnya dalam pandangan keyakinan dirinya bahwa ia besar, sempurna atau terbaik.
Bila keyakinan ini dilanjutakn dengan perbuatan secara zhahir dengan meremehkan orang lain maka ini disebut takabur. Ia sudah merasa besar, lebih baik dan merendahkan orang lain, menjauh dan tidak mau duduk bersama dengan yang bukan yang sebanding dengannya.
Keburukan yang ditimbulkan dari kesombongan
1. Kesombongan menjadi penghalang masuk syurga
Kesombongan menghalangi semua akhlaq yang seharusnya disandang oleh orang mu’min, sedang akhlaq-akhlaq itu merupakan pintu-pintu syurga dan kesombongan merupakan penutupnya. Ia tidak bisa mencintai kaum muslimin karena ia lebih mencintai dirinya sendiri dan ia merasa dirinya yang lebih baik sehingga bagaimana mungkin orang lain dapat masuk dalam hatinya. Ia juga tidak dapat terbebas dari melecehkan orang lain karena ia merasa lebih baik dari orang lain.
Hadits: “Tidak akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar dzarrah.” (HR. Bukhari)
2. Kesombongan berakibat buruk bagi dirinya di dunia dan juga di akhirat
Sifat sombong yang bersemayam dihatinya akan mengakibatkan sikap merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Dialah yang memiliki banyak ilmu, paling alim, banyak harta, paling pintar, paling kaya dan sebagainya. Dengan sikap seperti itu maka manusia akan menjauhinya, mereka tidak akan senang bersama orang yang sombong, mereka juga tidak akan sudi menolong orang yang sombong. Di akhirat orang tersebut juga akan mendapat cela tidak hanya dari malaikat namun juga akan dimasukkan ke dalam neraka oleh Allah SWT dan mereka juga akan dipersalahkan oleh pengikutnya.
(QS. Az Zumar (39 : 72 “Dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya" Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri”.
Qs Maryam (16) : 69) “Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah”.
Tingkatan kesombongan dan pihak yang disombonginya
1. Sombong kepada Allah SWT
Ini adalah kesombongan yang paling keji. Penyebabnya adalah kebodohan dan pembangkangan. Kisah Fir’aun menjadi saksinya.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk neraka Jahanam dengan hina dina.”
2. Sombong kepada para rasul
Kesombongan ini akibat dari keengganan jiwa untuk mematuhi manusia yang seperti mereka (rasul)
(QS. Al Mu’minun (23) : 47 “Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?".
Yasin (36) : 15 “ Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka".
Al Furqan (25) : 21 “Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?" Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman".
3. Kesombongan terhadap para hamba
Kesombongan ini muncul sebagai akibat merasa dirinya paling terhormat, lebih baik dan melecehkan orang lain sehingga tidak mau patuh kepada mereka, meremehkan mereka dan tidak mau sejajar dengan mereka. Sifat ini tidak layak dimiliki manusia, karena yang berhak memiliki sifat ini adalah Allah SWT.
Dalil Hadits qudsi: “Kebesaran adalah kain sarung-Ku dan kesombongan adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melawan Aku pada keduanya niscaya Aku akan menghancurkannya.”
Penyebab Kesombongan
1. Ilmu Pengetahuan ; Ilmu pengetahuan dapat menjangkiti para ulama (para intelektual) karena dengan ilmunya ia merasa tinggi dan orang lain tidak mampu menyainginya.
2. Amal dan Ibadah ; Orang ahli ibadah dan zuhud tidak dapat juga terlepas dari nistanya kesombongan ini. Kesombongan itu menyelinap ke dalam diri mereka, baik menyangkut urusan agama maupun dunia.
Dalil Hadits: “Cukuplah seseorang dinilai telah melakukan kejahatan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)
3. Nasab/Keturunan ; Orang yang memiliki nasab mulia akan menganggap orang lain hina.
Dalil Hadits: “Hendaklah orang-orang meninggalkan kebanggaan terhadap nenek moyang mereka yang telah menjadi batu bara di neraka jahanam atau (jika tidak) mereka akan menjadi lebih hina di sisi Allah dari kumbang yang hidungnya mengeluarkan kotoran.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
4. Harta Kekayaan ; Hal ini terjadi pada hartawan dan raja-raja yang membanggakan harta kekayaannya
(QS. Qashash (28) :79 “Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya1140. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".

5. Kecantikan dan Ketampanan
6. Kekuatan dan Keperkasaan
7. Pengikut, pendukung, murid, pembantu keluarga, kerabat dan anak ; Hal ini dapat terjadi bagi para pemimpin baik negarawan, raja, pemuka ataupun ulama yang bersaing memperbanyak anggotanya.
VI. Cara Mengobati Kesombongan
Cara mengobati kesombongan dengan mengikis habis sampai ke akar-akarnya dan mencabut pohonnya dari tempat tanamannya yang bersemayam di dalam hati, yaitu:
1. Pengobatan melalui ilmu (‘ilaj ilmi)
2. Yaitu melalui pengenalan diri pada Tuhannya. Apabila ia telah mengenal dirinya dengan benar maka ia akan mengetahui bahwa ia hanyalah salah satu dari makhluk-Nya dan seorang hamba yang memiliki keterbatasan dan kekurangan. Dengan demikian ia akan menyadari bahwa ia sama sekali tidak berhak menyandang kesombongan. Jika dibandingkan dengan Allah SWT, ia tidak mempunyai sesuatu apapun yang bisa disombongkan.
2. Pengobatan secara perbuatan (‘ilaj Amali)
Yaitu melalui sikap tawadhu. Ia bersikap tawadhu kepada Allah SWT dengan amal ibadahnya dan kepada makhluk-Nya dengan senantiasa menjaga akhlaq seperti orang-orang yang tawadhu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Hadza wallohi yar’ana wayahfadna walkhamdulillahi Robbil’alam

Senin, 03 Januari 2011

Negara Tanpa Arah Yang Jelas

Cita-cita masyarakat adil dan makmur tak lagi bergaung. Padahal itu menjadi panduan bagi perjalanan panjang bangsa ini ke depan. Tak ada lagi visi negara yang menjadi kompas untuk jangka menengah dan panjang. Pancasila antara ada dan tiada. Kepemimpinan yang ada sulit diharapkan membawa bangsa ini keluar dari krisis. Lantas negara ini mau dibawa ke mana? Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit.” Karena konsisten dengan seruannya, Bung Karno mencanangkan masyarakat adil dan makmur sebagai cita-cita bangsa yang harus dikejar dan diwujudkan. Yang jadi pertanyaan, apakah bangsa ini masih memiliki cita-cita tersebut? Jangankan cita-cita masyarakat adil dan makmur, panduan visi semacam GBHN dan Repelita saja sudah dilupakan. Bangsa ini tidak begitu lagi percaya dengan keampuhan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan way of life menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sekarang cita-cita yang ingin diraih Bung Karno semakin jauh dari jangkauan.
Tokoh sepuh Prof. Suhardiman (82) di dalam disertasi yang ditulisnya tahun 1971, membikin estimasi bahwa Indonesia memerlukan masa pemulihan selama seabad setelah mengalami penjajahan tiga setengah abad. Baru kemudian beranjak menuju masyarakat adil dan makmur. Amerika Serikat menikmati kemajuan seperti sekarang setelah menebusnya selama dua abad.
Sedangkan Jepang mencapai kemajuan pesat seabad setelah Meiji Restorasi. Lantas bercermin pada keadaan sekarang, Suhardiman membandingkan Indonesia dan Korea Selatan. Sewaktu berkunjung ke Korsel tahun 1967, dia memperoleh kesan negeri itu belum apa-apa. Tetapi sekarang, Korsel sudah jauh meninggalkan Indonesia.
Bicara soal visi negara, Suhardiman mengakui, sekarang yang menonjol visi kelompok, golongan, paling tinggi visi partai yang beranekaragam. Di era Orde Baru, Indonesia memiliki GBHN dan Repelita. “GBHN itu hanya untuk kontrol, tahu-tahunya tidak dihidupkan lagi,” kata Suhardiman kepada Tokoh Indonesia dan Berita Indonesia. Sekarang masalahnya, kata Suhardiman, bagaimana keluar dari masalah ini. Karena itu, masing-masing pemimpin, dalam agendanya harus menempatkan diri sebagai pemimpin bangsa. Mulai sekarang, katanya, para tokoh-tokoh diharapkan memiliki visi kebangsaan dan kembali ke UUD 1945. Kata Suhardiman, mereka harus meninggalkan visi masing-masing. Mereka harus menjadi tokoh Indonesia, bukan tokoh golongan, partai atau kelompok.
Yang dilihat Suhardiman bahwa negeri ini sedang menghadapi tiga belas macam krisis—ideologi, konstitusi, kebangsaan, moral, kepemimpinan, politik, ekonomi, hukum, sosial, keamanan, lapangan kerja, alam dan budaya. Dalam bidang ideologi, kata Suhardiman, keyakinan bangsa melemah bahwa Pancasila sebagai ideologi negara. Kepemimpinan yang ada, tambahnya, tidak mampu meyakinkan rakyat untuk mengimplementasikan Pancasila secara konkret dan konsekuen dalam suasana globalisasi. Menurut Suhardiman, apabila krisis-krisis tersebut tidak teratasi bisa menimbulkan krisis yang lebih berbahaya, rapuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dia memberi contoh pada keinginan untuk membentuk negara federal atau fundamentalisme agama di banyak daerah, seperti Aceh. “Ini tidak mencerminkan filosofi Pancasila dan UUD 1945,” kata Suhardiman kepada Berita Indonesia. Sementara setiap partai politik melaksanakan ideologi mereka masing-masing, cenderung mengabaikan ideologi negara Pancasila.
Dia juga memperkirakan terjadinya krisis konstitusi setelah empat kali amandemen UUD 1945. Karena itu, SOKSI yang didirikannya mendesak dilaksanakannya Reformasi Jilid II dan Amandemen UUD 1945 yang Kelima. Suhardiman mengisyaratkan meletupnya tuntutan masyarakat untuk kembali ke UUD 1945 yang asli. Soalnya, dia menilai bahwa UUD 1945 dirumuskan oleh para negarawan, bukan politisi yang mengutamakan kepentingan golongan atau partai mereka sendiri. Kunci untuk memulihkan semua krisis tersebut, menurut Suhardiman, adalah kepemimpinan budaya, yaitu perlu adanya perombakan mendasar melalui pembangunan mental masyarakat dengan nation and character building. Suhardiman menilai krisis kepemimpinan budaya semakin parah akibat ketakmampuan memelihara nilai-nilai budaya leluhur. Nilai-nilai akhlak dan moral merosot, ditandai oleh munculnya generasi penghujat, dan dekadensi moral, seperti merajalelanya kasus Narkoba dan pornografi.
“Tanpa jati diri dan budaya yang kokoh niscaya Indonesia akan larut dalam pusaran pertarungan global yang didominasi oleh negara-negara kaya,” kata Suhardiman. Sementara nilai-nilai luhur budaya bangsa yang menjadi ciri khas Indonesia, seperti budaya malu, budaya tahu diri, ramah-tamah, sopan santun, berbudi serta budaya harmonisasi dan toleransi, semakin luntur. Dia ingin melihat manusia Indonesia merefleksikan dirinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan, mahluk sosial dan mahluk individu.
Suhardiman menilai, Indonesia juga mengalami krisis kepemimpinan politik di dalam menjaring tokoh-tokoh negarawan, justru yang muncul lebih mencerminkan dirinya sebagai pemimpin partai, pemimpin kelompok atau pemimpin golongan. Krisis tersebut lebih banyak menelorkan pemimpin yang punya loyalitas ganda, paling tidak menyamakan kepentingan partai atau golongan dengan kepentingan negara. Sekarang, katanya, bertarung kepemimpinan partisan; nasionalis, federalis, separatis, fundamentalis agama, ekstremis kanan dan kiri, serta kelompok masyarakat yang merefleksikan ideologi mereka dalam bentuk organisasi, partai, ormas dan LSM.
Cukupi Pangan Rakyat
Sementara itu, Dr. Syaykh AS Panji Gumilang melihat pencapaian cita-cita masyarakat adil dan makmur harus dimulai dengan membangun desa. Sebab itu, kata Syaykh, desa memerlukan pemimpin bangsa yang menjadi lokomotif perubahan. Yakni, pemimpin yang berorientasi ke masyarakat desa dan pembangunan desa. Alasan Syaykh, bangsa ini lemah karena rakyatnya kurang makan dalam arti makanan yang cukup gizinya. Karena hanya makanan yang bergizi yang mengekarkan tubuh dan mencerdaskan otak.
Kata Syaykh, semestinya pemerintah menata pangan rakyat dulu baru membangun ekonomi. Sebab negara-negara yang sudah makmur membangun ekonomi untuk mempertahankan pangan aktual rakyat. Mengapa? Karena mereka memulai pembangunan dengan rakyat yang cukup makan. Bukan sekadar perutnya kenyang, tetapi protein cukup, gizi cukup dan vitamin cukup, sehingga bangsanya kokoh dan lebih cepat dan efisien membangun ekonomi mereka.
Menurut Syaykh kekuatan bangsa ini letaknya di desa. Bukan pada para elit yang tinggal di kota. “Mereka tidak diangkat bisa jalan sendiri,” kata Syaykh dalam wawancara dengan Berita Indonesia. Kata Syaykh, banyak bukti bahwa desa belum terlalu diperhatikan. Orang kota saja sulit masuk ke desa, seperti ke Desa Sandrem, Indramayu, yang menjadi lokasi Lembaga Pendidikan Al-Zaytun. Padahal di situ, menurut Syaykh, ada unsur yang bisa mendekatkan kota dan desa. Cita-cita Syaykh membangun Al-Zaytun di desa adalah menjembatani desa dan kota, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dialog panjang antara Syaykh dan BI (dimuat lengkap dalam edisi 23) merupakan wujud dari keinginan untuk bangkitnya Indonesia yang kuat di masa datang.
Di dalam pernyataan sikap politik yang bertajuk: Kelemahan Kepemimpinan Nasional Mengancam Eksistensi Nasional, KAMMI mempertanyakan apakah negara ini telah sungguh-sungguh merdeka? Jawabannya yang diperoleh dalam muktamarnya yang kelima di Palembang (28/9), belum disertai berbagai bukti di lapangan. Kemandirian negara ini ketika masuk wilayah penguasaan dan pengelolaan negara masih cukup jauh dari makna kemerdekaan. Pengelola negara memiliki kecenderungan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada mekanisme pasar (globalisme dan kapitalisme). Di sini, negara mencoba mengurangi tanggung jawabnya kepada rakyat.
Terkait dengan pangan dalam negeri, KAMMI melihat persoalan tidak hanya pada tataran produksi, tetapi juga distribusi pangan. Bahwa kebijakan impor beras sangatlah tidak bijak ketika petani di dalam negeri memasuki panen raya, artinya produksi pangan sedang surplus. Karena impor tersebut pasti akan merugikan petani. Selain itu, semakin meningkatnya kasus busung lapar dan gizi buruk juga menunjukkan adanya permasalahan di dalam distribusi pangan.
Menurut KAMMI, pada setiap paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, hingga saat ini masih identik dan memperkuat agenda-agenda kapitalisme dan imperialisme global di Indonesia. Liberalisasi sektor keuangan, pengurangan subsidi rakyat, privatisasi (penjualan aset negara) kepada pihak asing, utang luar negeri, liberalisasi pasar rakyat, merupakan sebagian contoh yang bisa dilihat secara kasat mata tentang agenda kapitalisme global di Indonesia yang didukung oleh kebijakan pemerintah. Artinya, kebijakan pemerintah yang ada belum memberikan keberpihakan dan perlindungan bagi masyarakat. Sikap dan pandangan KAMMI ini ditujukan kepada pemerintah, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif dan segenap elemen masyarakat sipil.Keresahan dan kegelisahan terhadap situasi kebangsaan yang tidak makin membaik selalu muncul pada setiap pertemuan aktivis mahasiswa. Bahwa indikator perbaikan ekonomi versi pemerintah dan menguatnya nilai rupiah terhadap dolar, tidak serta merta menghasilkan perbaikan di sektor riil. Karena kenyataannya masyarakat tetap saja sulit membangun usaha, PHK bertambah dan angka gizi buruk Balita meningkat.
Lantas di mana titik permasalahannya? Jika dikaitkan dengan kondisi sektor-sektor lain, arah gerak bangsa ini akan semakin dipertanyakan. Hal serupa terjadi pada sektor tambang dan energi. Sumber daya tambang dan energi negeri ini begitu besar, tetapi masih sedikit sekali tingkat kemanfaatannya bagi pembangunan masyarakat. Sebagian besar justru diambil dan dibawa oleh perusahaan-perusahaan asing. Pemerintah tidak berupaya serius untuk menguasai dan mengelola kembali sumber daya alam yang dikuasai pihak asing.
KAMMI melihat kepemimpinan nasional yang ada sekarang sangat sulit diharapkan bisa membawa bangsa ini keluar dari krisis multidimensional. Karena ketidaktegasan keberpihakan mereka pada kepentingan nasional dan kepentingan rakyat.